POSKOBERITA.COM, JAKARTA – Kampanye hitam dan kampanye negatif adalah dua hal yang berbeda. Kampanye negatif (negative campaign) boleh dilakukan kandidat pasangan calon kepala daerah, asal disertai data akurat. Yang tidak boleh dilakukan adalah kampanye hitam atau black campaign. Demikian pendapat yang disampaikan Peneliti The Political Literacy Institut, Adi Prayotno.
“Kampanye negatif atau negative campaign untuk menyerang orang lain dengan data, boleh,” kata dosen politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, seperti dilansir Republika, Minggu (5/2).
Adi mencontohkan, kandidat peserta Pilkada boleh mengungkit soal kepala daerah yang kerap melakukan penggusuran. Sebab, ada data akurat atas serangan itu. Menurutnya, yang tidak boleh dilakukan, yakni kampanye hitam oleh kandidat calon kepala daerah.
Ia mencontohkan, kampenye hitam misalnya menuduh calon tertentu terindikasi melakukan korupsi. Padahal, ia menyebut, tidak ada kandidat calon kepala daerah DKI Jakarta yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Boleh negative campaign meskipun tak sehat,” ujar dia.
Adi menyebut, Pilkada DKI Jakarta menjadi barometer penyelenggaraan Pilkada serentak. Ia mengingatkan, banyak isu yang dapat menjadi barometer penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta. Namun, jangan sampai isu itu memecah dan merugikan warganya.
“Pusat kekuasaan ada di Jakarta. Kalau di Jakarta rusuh, Pilkada lain tak akan jadi hal menarik. Sehingga Pilkada Jakarta harus menyemaikan Pilkada yang damai,” ujarnya.
Adi percaya penduduk Jakarta mempunyai kesabaran yang cukup baik. Namun tetap ada potensi kerusuhan. Salah satunya dipicu adanya isu penistaan agama dan penghinaan ulama.
“Bersama membangun Jakarta. Jangan sampai perbedaan politik merusak persoalan persahabatan dan kerukunan warga Jakarta,” ucapnya. (pb)
Sumber : Republika ; photo;kawanbisnis.com