Ratusan Miliar Anggaran Kesehatan Gagal Diserap Pemkab Bekasi

0
1155

POSKOBERITA.COM, CIBITUNG – Beban Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam masalah kesehatan sebetulnya ringan. Karena dari 3 juta penduduk Kabupaten Bekasi,  sekitar 1,5 juta orang adalah pekerja dan keluarganya yang biaya kesehatannya sudah ditanggung perusahaan. Kemudian ada sekitar 400 ribu peserta BPJS mandiri dan sekitar 600 ribu pemegang KIS yang ditanggung pemerintah pusat. Jadi, tanggungan pemerintah daerah itu paling cuma 500 ribu orang. Ini sangat sedikit jika dilihat dari ketersediaan APBD Kabupaten Bekasi.

Hal ini disampaikan Calon Bupati Bekasi, Obon Tabroni, menyikapi masih banyaknya masalah kesehatan yang dihadapi warga Kabupaten Bekasi, seperti banyaknya warga sakit yang tak bisa berobat. Padahal, sehat dan mendapat pelayanan kesehatan merupakan hak setiap warga negara sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Negara juga diberi tanggungjawab untuk menyediakan fasilitas kesehatan yang layak.

“Anggaran kesehatan Pemkab Bekasi juga cukup tinggi. Tahun 2015 saja, pagu anggaran Dinas Kesehatan mencapai Rp203 miliar. Belum lagi bantuan Pemprov Jabar untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin sebesar Rp43 miliar. Namun realisasinya sangat sedikit, hanya Rp95 miliar. Artinya, ada ratusan miliar anggaran kesehatan yang gagal diserap Pemkab Bekasi,” kata Bang Obon.

Namun menurutnya, beban yang ringan dan besarnya anggaran ternyata tak mampu dijalankan dengan baik. Hak masyarakat mendapatkan kesehatan belum bisa dipenuhi. “Lebih ironis ketika di Kabupaten Bekasi ini kita masih menemukan kasus balita mengalami gizi buruk.” ujar dia.

“Realitas lapangan itu kami temukan melalui Jamkeswatch, sebuah lembaga pemantau dan advokasi kesehatan yang kami bina sejak tahun 2011. Setiap hari, selalu ada warga sakit yang kurang mampu diadvokasi oleh relawan Jamkeswatch,” jelas Obon.

Cabup Independen No. 3 ini menambahkan, hak masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan belum bisa dipenuhi. “Pemerintah belum hadir dalam persoalan kesehatan masyarakat. Kondisi ini tentu tak bisa terus dibiarkan. Perbaikan harus sesegera mungkin dilakukan.” ujarnya.

Lebih jauh, Obon Tabroni menyampaikan, UU Kesehatan No. 36 thn 2009 telah mengamanatkan anggaran kesehatan minimal 10% dari APBD, di luar gaji. Jika dengan asumsi APBD konstan 5 triliun rupiah saja, maka anggaran kesehatan selama 5 tahun ke depan bisa mencapai Rp2,5 triliun.

“Dengan anggaran sebesar itu, kami yakin banyak yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi ini. Kami akan memastikan pemerintah daerah hadir bagi rakyat untuk memberikan pelayanan kesehatan.” paparnya.

Berikut adalah fokus masalah dan solusi yang akan dijalankan Obon-Bambang di bidang kesehatan.

*Penambahan Infrastruktur dan Fasilitas Kesehatan*

Dengan cakupan wilayah sangat luas, Kabupaten Bekasi hanya memiliki satu RSUD. Sementara Puskesmas belum memiliki fasilitas yang memadai.

Warga di ujung-ujung Bekasi seperti Muaragembong, Pebayuran, dan Bojongmangu harus menempuh perjalanan jauh untuk berobat ke RSUD. Selain menyita waktu dan biaya, jarak tempuh itu tentu berdampak buruk bagi pasien.

Kondisi tersebut juga membuat kartu jaminan kesehatan seolah tak memiliki arti. Apa gunanya kartu, jika rumah sakitnya tak ada? Apa gunanya kartu, jika rumah sakitnya menolak? Untuk itu, kami berkomitemen untuk memperbaiki kondisi ini dengan sejumlah program sbb:

(*) Membangun 2 RSUD Tipe C
(*) Puskesmas 24 Jam dengan Fasilitas Rawat Inap
(*) Satu Desa Satu Mobil Ambulans

*Reformasi Sistem Pelayanan dan Jaminan Kesehatan*

Obon juga menjelaskan, prosedur masyarakat miskin untuk memperoleh kesehatan saat ini sangat rumit. Warga yang sakit harus mengajukan sejumlah dokumen dari beberapa instansi. Tentu hal ini memerlukan waktu. Sementara pasien harus segera mendapatkan perawatan. Sakit tak bisa menunggu. Selain itu, sistem jaminan kesehatan juga masih tumpang tindih. Seorang warga bisa memiliki beberapa kartu  berbeda. Sementara warga lainnya tidak memiliki sama sekali.

“Kajian kami menemukan bahwa persoalan mendasar ada pada database. Tidak ada sistem pengarsipan dan pembaruan data yang valid. Padahal jika sistem data valid, update, dan terintegrasi antara rumah sakit, BPJS, asuransi dan dinas terkait, warga tak lagi harus direpotkan dengan birokrasi yang berbelit. Tumpang tindih kepemilikan kartu jaminan kesehatan juga bisa dihindari.” kata Obon.

Dengan sistem database terintegrasi, menurut Bang Obon, seorang warga dengan mudah dideteksi apakah ia pemegang KIS, BPJS, asuransi mandiri, atau masyarakat miskin yang biaya kesehatannya ditanggung pemerintah daerah. Dengan sistem tersebut, maka warga sakit bisa segera mendapatkan perawatan.

Dengan demikian, program reformasi sistem pelayanan dan jaminan kesehatan yang akan dijalankan Paslon Obon-Bambang adalah sebagai berikut :

(*) Membangun sistem database kesehatan terintegrasi
(*) Sistem pelayanan kesehatan berbasis KTP (NIK)
(*) Menjamin biaya kesehatan masyarakat kurang mampu

*Edukasi Publik tentang Kesehatan*

Selain itu, menurut Obon, persoalan lain yang ditemukan adalah masih rendahnya kesadaran bahwa sehat adalah hak rakyat. Sosialisasi pentingnya jaminan kesehatan dan prosedurnya pun belum berhasil dilakukan.

“Budaya hidup sehat juga belum tumbuh. Simpul-simpul kelompok mayarakat, seperti kelompok agama, budaya, komunitas, dan media belum dioptimalkan pemerintah untuk membangun kesadaran tersebut.” ujarnya.

Untuk itu, program edukasi masyarakat mengenai kesehatan yang akan dlakukan Obon-Bambang adalah Desa Sehat Desa Kita (promosi kesehatan berbasis desa serta bantuan susu bagi ibu hamil dan menyusui. (PB).