Teka teki siapa yang dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi menteri ESDM terjawab sudah. Kemarin, Presiden langsung melantik pemimpin kementerian tersebut.
Adalah Ignasius Jonan yang dipilih Presiden menjadi menteri ESDM. Selain menteri, Jokowi juga melantik wakil menteri ESDM. Orang dipilih menempati pos itu adalah Arcandra Tahar.
Pengangkatan dua orang tersebut menjadi menteri dan wakil menteri ESDM langsung menuai pro dan kontra. Banyak yang sepakat tapi banyak juga yang mempertanyakannya. Bagi yang mempertanyakan rata-rata mempersoalkan Jonan yang pernah ‘dipecat’ dalam reshuffle Jokowi beberapa waktu lalu begitu juga Arcandra yang dicopot karena kasus dwikewarganegaraan.
Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu bahkan mengaku gagal paham atas keputusan Jokowi menunjuk Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar. Politikus Gerindra ini bahkan menjelaskan empat kali gagal paham atas hal itu.
Alasan ketidakpahamannya itu, pertama, dengan pencopotan Jonan sebagai Menteri Perhubungan beberapa waktu lalu telah menunjukkan kinerja Jonan tidak maksimal mengelola sektor itu. Namun, setelah dinilai gagal, Jonan malah dipercaya menduduki Kementerian ESDM.
“Pertimbangan reshuffle itu kan, karena kabinet ini adalah kabinet profesional maka mengusung profesionalitas yang ukurannya kinerja, artinya orang diberhentikan dari satu jabatan karena kinerjanya tidak maksimal atau jelek,” kata Irawan saat dihubungi, Jumat (14/10).
“Tapi kemudian, orang yang sudah diberhentikan karena enggak memiliki kinerja itu sekarang jadi menteri lagi. Dan kemudian, sebelumnya kan dia sudah gagal di perhubungan dan masuk ke sektor ESDM. Saya enggak tahu. Makanya saya gagal paham,” sambungnya.
Irawan heran, apa alasan Jokowi menempatkan Jonan di kementerian ESDM. Padahal, tugas dan peran seorang menteri di sektor energi terbilang cukup berat daripada perhubungan. Kementerian ESDM dianggapnya salah satu sektor strategis penopang ekonomi negara.
“Apakah sektor ini dianggap sektor yang ringan saja. Tapi bertentangan pula, kalau presiden melihat ESDM ini di bawah perhubungan, misalnya. Tapi ini kan beliau juga masalah mengangkat wakil. Gagal paham lagi saya,” terangnya.
Lebih lanjut, Irawan juga mempertanyakan penunjukkan Arcandra sebagai wakil Jonan. Arcandra, katanya, pernah memiliki masalah terkait dualisme kewarganegaraan dan sempat melepas status WNI-nya.
“Yang ketiga, yang mengisi wakil ini adalah orang yang pernah bermasalah kewarganegaraan. Ini tiga kali gagal paham,” tambahnya.
Gagal paham Irawan selanjutnya, yakni mengapa Arcandra diberi tugas sebagai wakil menteri ESDM. Sebab, sejumlah pihak menilai Arcandra memiliki kemampuan dan reputasi cukup baik untuk mengelola Kementerian ESDM.
“Kalau memang sudah selesai dari sisi kewarganegaraan, legalitasnya sudah dipenuhi, Archandra ini kan orang yang digadang-gadang manusia super yang sangat bagus, loh kok jadi wakil? Gagal paham yang keempat,” tandasnya.
Terakhir, Irawan tidak paham dengan alasan Jokowi melantik keduanya karena keras kepala. Meski dianggap keras kepala, tapi Jokowi percaya Jonan dan Arcandra mampu menyelesaikan masalah dan mereformasi sektor energi di Indonesia.
“Ini kan alasannya bandel, keras kepala. Kalau karena keras kepala jadi menteri banyak sekali yang bisa jadi menteri itu kan. Jadi enggak paham saya. Rasionalitas berpikir saya belum terima. Bagaimana ini pertimbangannya,” tutupnya.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir mengaku tidak percaya Jokowi melantik Jonan dan Arcandra sebagai pimpinan di Kementerian ESDM. Dia menilai keputusan tersebut terkesan dipaksakan agar Arcandra bisa mendapat jabatan.
“Spechless! Kelihatan banget dipaksakan dengan adanya Wamen ESDM,” kata Inas saat dihubungi, Jumat.
Menurutnya, Jonan hanya akan menjadi boneka dari Arcandra seperti yang dialami Jero Wacik. Sebab, Arcandra yang jauh lebih paham mengelola sektor energi dan sumber daya mineral ketimbang Jonan.
“Jonan akan seperti Jero Wacik. Boneka doang, yang paham wamen,” terangnya.
Dia menilai seharusnya Jokowi tidak terlalu terburu-buru memberikan jabatan Wamen ESDM kepada Arcandra. Lebih tepat, katanya, Arcandra ditempatkan sebagai Kepala SKK Migas agar membuktikan kinerjanya terlebih dahulu.
“Pantesnya Arcandra dipercaya sebagai kepala SKK Migas, itu pas. Beres-beresin dulu di sana buktikan dulu. Baru periode berikutnya baru angkat jadi menteri, jangan buru-buru lah,” pungkasnya.
Dia heran mengapa Jokowi memercayakan posisi menteri ESDM kepada Jonan. Sebab, kata Inas, kompleksitas dan beban tugas di Kementerian ESDM jauh lebih tinggi ketimbang Kementerian Perhubungan. Apalagi, didepaknya Jonan dari Kementerian Perhubungan menunjukkan dia tidak mampu bekerja di sektor tersebut.
“Sekarang kan kompleksitas ESDM begitu tingginya dibanding perhubungan. Di perhubungan kan dia diganti berarti dianggap tidak mampu, kok ditempatin di sini (Kementerian ESDM),” tegasnya.
Selain itu, karakter Jonan yang dikenal tempramental dikhawatirkan akan menimbulkan keributan dengan Arcandra saat mengelola kementerian ESDM.
“Kita kan tahu Jonan tempramental juga. Jangan sampai nanti di dalam ESDM bikin gaduh mereka berdua berantem,” tutup Inas.
Anggota Komisi III DPR dari Partai NasDem Taufiqulhadi juga ikut menyentil keputusan Jokowi tersebut. Taufiq memberikan sejumlah catatan kepada Jonan dan Arcandra. Pertama, publik masih mempertanyakan polemik paspor ganda yang dimiliki Arcandra. Menurutnya, Arcandra belum memberikan penjelasan apapun soal masalah itu.
Taufiq menilai, ada ketidakpatutan dalam konteks politik apabila Arcandra belum membuka alasan kewarganegaraan ganda yang dimilikinya meski status WNI-nya telah dikembalikan.
“Sekarang ini diangkat kembali menjadi wakil menteri ESDM. Menurut saya, ada sedikit ketidakpantasan dalam kontes politik. Karena belum menjelaskan apapun terhadap posisi dia,” kata Taufiq saat dihubungi, Jumat.
“Walaupun, dia telah dipulihkan kembali sebagai warga negara Indonesia. Tetapi belum memulihkan pertanyaan dari masyarakat. Bahwa benar atau tidak bahwa dia menyembunyikan kewarganegaraan ganda. Itu untuk Arcandra,” sambungnya.
Soal Jonan, Taufik berpendapat, jika dia memang dianggap memiliki kapasitas dan layak sebagai menteri seharusnya tidak dicopot dari jabatannya di Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu. Sehingga, lebih baik Jonan tidak copot dan hanya mendapat rotasi jabatan.
“Untuk Jonan, kalau memang benar presiden menganggap orang ini adalah tepat menjadi menteri, dia layak menjadi ada kapabilitas, kapasitas, kenapa harus diberhentikan dulu,” terangnya.
Dia menilai ada kesan ketidakcermatan dari pemerintah dalam pengangkatan Arcandra dan Jonan. Sekaligus menimbulkan pertanyaan, apakah sumber daya manusia Indonesia tidak ada yang pantas menjadi pimpinan ESDM selain mereka berdua.
“Menurut saya ada sedikit ketidakcermatan melihat orang-orang berkaitan dengan Archandra sekali lagi saya mengatakan bahwa ketika dia ditempatkan lagi walapun sebagai menteri, seakan-akan di Indonesia ini tidak ada lagi orang,” katanya.