Ini Keunggulan Hunian Vertikal Menurut Pakar Teknik Lingkungan

0
922

POSKOBERITA.COM, JAKARTA – Pakar Ekonomi dan Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, Dr Ferol Warouw mengatakan, konsep pemukiman vertikal merupakan salah satu solusi untuk mengatasi tingginya kelangkaan hunian yang layak dan terjangkau bagi rakyat.

“Pembangunan hunian vertikal harus digencarkan, karena selain ramah lingkungan, juga tidak merusak ekosistem serta dapat menghasilkan kualitas hunian yang lebih baik dengan harga terjangkau,” kata Ferol.

Ferol menunjuk dua faktor utama yang menjadikan konsep hunian vertikal sebagai salah satu solusi terbaik   untuk memenuhi permintaan rumah (backlog) yang saat ini  mencapai 11,7 juta unit.

Pertama, menurutnya, hunian vertikal dapat mengatasi masalah semakin sempitnya lahan yang harus dilestarikan sebagai kawasan penyangga  lingkungan.

“Coba kalau sistem rumah deret, atau yang berkonstruksi berhalaman, dikali aja berapa juta hektar harus disiapkan untuk 11,7 juta unit sebagai kebutuhan minimal hunian yang harus dipenuhi,” jelas Ferol.

Kedua, lanjutnya, kalau pun ada lahan yang bisa diolah untuk pemukiman model konvensional seperti di atas, kontur tanahnya berbukit-bukit, atau curam, bahkan sebagian merupakan kawasan penyangga atau untuk cadangan air yang dapat memicu terjadinya bencana.

Mengambil contoh beberapa kota di banyak negara padat penduduk, seperti India, Brazil, juga Tiongkok, bahkan Jepang, Ferol Warouw memaparkan, pemukiman di sana sudah sejak tiga hingga lima dekade lalu memilih konsep hunian vertikal, dari tipe rumah susun sederhana, ‘flat’, apartemen hingga yang mewah (kondominium).

“Kita di Indonesia sesungguhnya tidak ketinggalan. Hanya saja, para pengembang sering masih bingung berhadapan dengan patron birokrasi yang belum melihat atau berorientasi mencari solusi bagi adanya kompleks hunian layak terjangkau,” kata Ferol.

“Padahal justeru rumah vertikal yang sangat efisien dibangun dan terkontrol dari berbagai aspek, baik sumberdaya, lahan, serta  penyediaan berbagai fasilitas pemukiman, seperti air bersih, energi, juga kebutuhan kaum milenial seperti IT, ‘shopping’, rumah sakit, sekolah dan seterusnya, yang ada dalam satu blok,” ujarnya sembari menunjuk sejumlah konsep Kota Modern di Indonesia.

Apa yang disorot Ferol Warouw ini sesunguhnya kini bisa kita nikmati di kawasan BSD oleh ‘Sinar Mas Land’, atau PIK 1 dan 2 (Agung Podomoro), Sumarecon di Kelapa Gading maupun Serpong, Lippo Group di Karawaci (Lippo Karawaci) juga Lippo Cikarang, lalu kini ada Kota Meikarta.

“Ini semua merupakan bentuk-bentuk hunian terintegrasi dengan berbasis adanya ‘tower-tower’ pemukiman vertikal,” ujar Ferol.

Selain itu, ada tambahan manfaat lain seperti pernah dinyatakan oleh sejumlah pengembang tersohor dan senior seperti Tjiputra serta Mochtar Riady. Yakni di kawasan terintegrasi yang berbentuk ‘integrated superblok’, atau juga oleh Lippo Group disebut ‘mixed used’, mobilitas demografi berlangsung secara dinamis dalam satu kawasan saja.

“Artinya, jauh dari akan terjadinya kemacetan dan lalulintas yang amburadul, pelayanan kesehatan sulit dijangkau (karena ada dalam blok itu, Red), juga sistem keamanan dan kenyamanan relatif lebih baik, termasuk  dalam upaya mengatasi banjir, masalah sampah dan seterusnya bisa diantisipasi lebih terkoordinasi.” pungkasnya. (Red)

source : benderranews